BADAI
Cahaya Islami Radisti
Binar matanya mulai redup.
Senyumnya tidak pernah
sampai ke mata.
Bahkan tawanya terasa
hambar.
Ia kehilangan dirinya
sendiri.
Duka hampir membunuh jiwanya
yang sekarat.
Kesedihan seolah memeluknya
begitu erat,
Hingga membuat warnanya yang
cerah berubah suram.
Hai tuan,
Hadirmu bagaikan badai.
Datang hanya sekejap,
Namun berhasil
memporak-porandakan nasib hidup seseorang.
Aku
bukan lah laki-laki yang beruntung, aku berasal dari keluarga yang berantakan.
Sedari kecil aku selalu sendiri, tidak memiliki teman apalagi sahabat. Ibuku
memiliki pekerjaan yang sangat buruk, ia menjual diri untuk bisa mendapatkan
apa yang dia inginkan. Ayahku? Sudah mati 2 tahun yang lalu. ia bunuh diri karena
stress, hutangnya ada dimana-mana. Dan kini, akulah yang harus membayar
hutang-hutangnya. Oh iya, aku memiliki adik perempuan, saat ini ia baru berusia
4 tahun, namanya Riani. Dan namaku adalah Narendra, Narendra Ardika Semesta.
*
Narendra
selalu kesepian, tidak memiliki teman satu pun. Orang tuanya sibuk dengan dunia
mereka masing-masing, mereka akan pergi sebelum Narendra terbangun, dan pulang
setelah Narendra terlelap. Tidak ada yang peduli terhadap Narendra. Meski
begitu, Narendra tidak pernah kekurangan, apa yang dia inginkan selalu
dituruti, semua kebutuhannya selalu tercukupi. Mungkin mereka pikir dengan
semua yang yang mereka berikan, Narendra sudah cukup bahagia. Nyatanya yang
Narendra butuhkan bukanlah harta, tapi orang tuanya sendiri.
Riani?
Narendra tidak tau siapa ayah kandung dari Riani, ibunya saja tidak tahu. Meski
begitu Narendra sangat menyayangi Riani, karena Narendra hanya punya Riani. Semakin
bertambah usia, Narendra semakin mengerti banyak hal. Ia tidak mau terus-terusan
makan dari uang haram. Maka dari itu ketika ia memasuki sekolah menengah atas,
Narendra memutuskan untuk bekerja paruh waktu, pagi-pagi sekali ia akan bangun
dan menyiapkan segala keperluan Riani, ia baru akan berangkat sekolah ketika
sudah mengantarkan Riani ke rumah tetangganya. Riani selalu ia titipkan di
tetangganya, sebenarnya Narendra tak enak hati, tapi tetangganya mengatakan
bahwa ia senang jika ada Riani ada di rumah, ia jadi tidak kesepian. Narendra
pulang sekolah pukul 4 sore, setelah itu ia akan langsung pergi bekerja di toko
yang tidak jauh dari sekolahnya. Di hari minggu Narendra tidak bersantai di
rumah, ia akan pergi mencari pekerjaan yang bisa ia kerjakan. Entah itu menanam
padi, menernakkan sapi, ataupun mengantar makanan.
*
Saat
ini jam sudah menunjukkan pukul 12 malam, Narendra seharusnya sudah pulang 2
jam yang lalu. Tapi ia memilih untuk duduk di depan toko tempatnya bekerja,
menghisap sebatang rokok sambil mendengarkan lagu milik Nadin Amizah yang
berjudul ‘Sorai’. Narendra menatap kosong ponselnya yang memperlihatkan pesan
dari ibunya 3 jam yang lalu. ‘jangan pulang Naren, ada pelanggan ibu dirumah’ Narendra
sudah mengatakan pada tetangganya bahwa Riani tidak bisa ia jemput untuk malam
ini, dan tetangganya tidak keberatan. Entahlah ia akan tidur di mana, tidur di
depan toko pun tak apa bagi Narendra, asalkan Riani bisa tidur dengan nyaman. Narendra
memejamkan matanya ketika merasakan angin sepoi-sepoi menyapa tubuhnya. Cukup
lama Narendra memejamkan matanya, hingga sebuah tepukan di bahunya kembali
membuatnya membuka mata. Di depan nya berdiri seorang perempuan cantik dengan
rambut panjang sepinggang, dan dress selututnya. Narendra terpaku dengan
kecantikan perempuan itu, sesaat ia berpikir itu bukanlah manusia, melainkan
bidadari yang turun dari langit untuk menjemputnya.
Cantik,
sangat cantik. “mas ?” perempuan itu memanggil Narendra yang sedari tadi
terdiam menatapnya. “ah iya? Ada apa?” Perempuan itu tersenyum manis “saya kira
masnya tidak sehat, dari tadi diem aja saya panggil” Narendra menggeleng dan
segera bangun dari duduknya. “mas saya boleh minta tolong tidak ? ban mobil
saya kempes, saya udah jalan dari tadi nyari bengkel, tapi tidak ada, sekiranya
kalo mas bisa mas mau bantu saya” perempuan itu berbicara dengan sangat lembut.
Seperti di hipnotis, Narendra langsung mengangguk. Senyum perempuan itu semakin
merekah, “terima kasih mas, mobil saya ada disana” Setelah memperhatikan
kondisi ban mobil perempuan itu, Narendra langsung mulai bekerja. “oh iya, mas
namanya siapa?” perempuan itu memulai pembicaraan setelah lumayan lama mereka
diam. “Narendra, mba namanya siapa?” “saya Viona” Narendra hanya mengangguk,
bingung harus menjawab apa. “mas kenapa diem di sana tadi?” Viona kembali
membuka suara “karena saya tidak bisa pulang kerumah” “kenapa memangnya? Mas
Naren punya rumah kan? Tidak mungkin tidak punya, tapi kenapa diam disana?” Narendra
memilih untuk tidak menjawab, bukan karena tidak mau, ia hanya bingung harus
menjawab apa. “eh saya terlalu kepo yaa, astaga maaf mas, saya tidak sadar,
keceplosan nanya nanya, maaf ya mas, astaga saya ini tidak bisa menahan rasa
penasaran saya, itu kan privasi mas ya, kenapa saya nanya nanya, maaf ya mas
kalo mas tersinggung dengan pertanyaan saya”
Narendra
reflek tertawa melihat Viona yang sangat panik karna sudah menanyakan hal itu.
Padahal itu sama sekali tidak menyinggung nya, tapi Viona sangat panik. “tidak
apa-apa mba, saya tidak tersinggung atau apa, saya hanya bingung harus menjawab
apa, karena mba menanyakan banyak hal sekaligus” Viona tersenyum malu menyadari
apa yang sudah ia lakukan. Narendra yang melihat itu hanya menggeleng-gelengkan
kepalanya. “ini sudah selesai mba” Narendra membereskan alat-alat milik Viona
dan memasukkannya ke dalam bagasi mobil. “eh sudah selesai ya? Yah cepat
sekali, saya merasa belum cukup mengobrol dengan mas” Narendra mengernyit kan
alisnya mendengar apa yang diucapkan Viona. “oh iya mas kerja di toko itu ya?
Besok saya datang yaa, kita mengobrol lagi” ucap Viona sambil menyodorkan
sejumlah uang. “iya mba saya kerja disana, dari jam 5 sore, paginya saya
sekolah” Narendra mendorong tangan Viona
yang masih memegang uang. “oh kamu masih sekolah? Kelas berapa?” Viona tetap
memaksa memberikan uang itu pada Narendra “iya masih, saya kelas 11 sekarang”
dan Narendra tetap menolak. “diterima saja Narendra, tidak boleh menolak
rezeki” Narendra menatap Viona, sebelum akhir nya ia mengambil uang itu.
*
Itulah
awal kedekatan Narendra dengan Viona. Sejak malam itu Viona jadi sering
mengunjungi Narendra saat sedang bekerja. Tanpa sadar Narendra menceritakan
kisah nya pada Viona, begitu juga Viona. Dan ternyata Viona lebih tua 2 tahun
dari Narendra. Viona sangat baik, saat Narendra bekerja Viona selalu menjemput
Riani dan mengajak nya bermain. Narendra sangat sangat bersyukur di pertemukan
dengan Viona, beban nya sedikit lebih ringan.
*
“Narendra”
Narendra menoleh ke arah pintu kamarnya dan mendapati ibunya sedang berdiri
menatapnya. “ibu butuh uang” “berapa”
Narendra berjalan ke arah lemari untuk mengambil uang “ibu lagi sepi
pelanggan” “berapa” Tanpa menggubris perkataan ibunya, Narendra kembali
bertanya dengan nada dingin. “500” Narendra pun menyerahkan uang sesuai dengan
nominal yang disebutkan ibunya. Sebelum ibunya melangkah meninggalkan rumah,
Narendra kembali membuka suara. “ibu, Riani itu perempuan, Riani anak ibu, ibu
kalo gamau mikirin aku setidaknya ibu pikirin Riani, ibu itu udah ngasi
pengaruh buruk buat Riani, Riani masih kecil, tolong bu, berubah” “kamu masih
kecil, gausah sok nasehatin ibu, ibu begini juga demi kalian, biar kalian bisa
makan, biar kalian bisa sekolah” “dengan cara jual diri? Riani makan dari uang
haram bu, ibu ga kasian? Kalo ibu terus terusan gini mending gausah bu, Riani
biarin aku yang urus, makan nya, sekolah nya, biar aku aja” Ibu Narendra
berdecak kesal lalu pergi meninggalkan rumah. Ini bukan pertama kali nya
Narendra berusaha menyadarkan ibu nya, tapi tetap saja hasil nya nihil. Memang
susah membawa kembali orang yang sudah terlanjur jauh. Narendra mengambil jaket
nya bersiap untuk menjemput Riani, baru beberapa langkah meninggalkan rumah,
Narendra harus berbalik kembali ke rumah karna melihat rentenir ayah nya sudah
menunggu di depan gang Narendra harus membawa kabur uang-uangnya. Viona saat
ini sedang duduk di depan toko tempat Narendra bekerja, jam sudah menunjukkan
pukul 8 malam, tapi Narendra belum juga menampakkan batang hidung nya. ‘saya
kerja malam mba, mungkin jam 6. Saya harus mengerjakan tugas dulu’ Itu pesan
terakhir Narendra yang di kirim tadi siang. Entah mengapa Viona merasa tidak
tenang, tapi ia berusaha menepis semua pikiran buruk nya.
Ting!
Viona
buru-buru mengecek ponsel nya, dan sesuai dengan yang dia harapkan, itu pesan
dari Narendra. ‘pulang mba vio, saya tidak kerja’ ‘kamu dimana?’ ‘saya titip
Riani untuk sementara waktu ya mba, saya harus cari kerja yang lain. Saya tidak
bisa bertemu Riani dengan kondisi seperti ini.’ ‘kamu kenapa? Kamu dimana?
Jawab dulu Narendra’ Alih-alih membalas, pesan Viona hanya di baca oleh
Narendra. Viona berusaha memikirkan dimana Narendra saat ini, hingga akhirnya
ia terpikirkan satu tempat, rumah setengah jadi di belakang sekolah.
‘kamu pasti di sana Naren..’ batin Viona.
*
Sesuai
dengan dugaan Viona, Narendra memang berada di sana, sedang duduk menghisap
rokok nya. Dari pelipis nya mengalir darah, lengan baju nya robek, dan tubuh
nya di penuhi lebam. Viona menghela nafas nya dan duduk di samping Narendra,
“matiin dulu rokok nya” ucap Viona yang langsung di turuti oleh Narendra. “kalo
ada apa apa itu cerita, jangan ngilang” Viona mengeluarkan tisu dari dalam tas
nya dan mulai menyeka darah yang masih mengalir dari pelipis Narendra. Narendra
menanggapi ucapan Viona dengan tawa ringan, lalu ia menghela nafasnya. “mba,
uang saya habis. 7 juta abis gitu aja” Ucap Narendra dengan suara yang sangat
kecil namun masih bisa Viona dengar karna hening nya malam. “Naren..” panggil
Viona pelan
Narendra
menundukkan kepala nya dalam-dalam, bisa Viona dengar lelaki itu mulai terisak.
Tangan Viona bergerak untuk menepuk-nepuk punggung Narendra. “Riani sakit mba..
sakit kanker mba, stadium 2” Viona seketika terdiam, ia menatap lurus ke mata
Narendra yang dibanjiri air mata. Berusaha mencari kebohongan, namun hasil nya
nihil. Narendra menggenggam erat tangan Viona, Viona hanya bisa diam karna
masih terkejut dengan fakta yang baru saja ia ketahui. “saya cuman punya Riani
mba, udah satu tahun Riani bertahan dengan kondisi seperti itu. Saya ga punya
cukup uang untuk biaya pengobatan nya, saya selama ini mati-matian kerja biar
bisa biayain pengobatan Riani, dan mereka dengan seenak nya merampas uang itu.
Sekarang bagaimana saya harus mencari uang mba, saya tidak mau kehilangan
Riani, saya hanya suara Narendra tercekat, ia menangis semakin kencang, tangan
nya gemetar. “saya hanya punya Riani mba” Viona langsung menarik Narendra ke
dalam pelukan nya, “Naren.. ada saya disini, kita sama-sama cari uang nya, biar
Riani sembuh”. Sebenarnya bukan itu hal yang membuat Narendra menangis. Hutang
ayah nya sudah ia lunasi sejak tahun lalu, dan rentenir itu adalah suruhan ibu
nya. Itu hal yang paling membuat Narendra marah.
*
Semenjak
malam itu Viona sudah tidak bertemu lagi dengan Narendra, Viona tidak tau
Narendra pergi kemana. Terakhir Narendra hanya meminta nya untuk menjaga Riani.
Riani terus-terusan mencari Narendra, sudah 2 minggu lama nya Riani tidak
bertemu Narendra. Setiap kali Riani bertanya perihal Narendra, Viona akan
selalu menjawab “sabar yaa kakak lagi kerja”. Saat ini Viona sedang duduk
menonton Tv bersama Riani. Awal nya Riani terlihat senang, lalu tiba-tiba ia
terdiam sambil memainkan jari jemari nya. “Riani rindu sekali dengan kakak, kakak kerja
nya masih lama?” Viona menggigit bibirnya bingung harus menjawab apa, “sebentar
lagi sayang, tunggu ya”
Ting!
Viona
melihat ke arah ponsel nya, dan ternyata itu pesan dari orang yang sedang
mereka nanti-nantikan kepulangan nya. ‘mba vio, bagaimana kabar mba dan Riani? Aku
pulang nanti, ada hal yang harus ku ceritakan Tunggu ya mba vio’ Viona menghela
nafasnya lega, “tuh lihat, kakak Naren pulng nya nanti sore” Viona menunjukkan
pesan Narendra pada Riani. Riani langsung berteriak kegirangan karna sebentar
lagi akan bertemu dengan kakak tercintanya. “sekarang Riani tidur siang dulu
yaa, biar nanti sore bisa main sama kakak” Riani langsung mengangguk dan
berlari masuk ke dalam kamar. Viona tersenyum tenang melihat Riani yang kembali
ceria.
‘aku
tunggu dirumah ren..’
*
Seperti
yang ia katakan, Viona menunggu kedatangan Narendra di depan pintu rumah nya
dengan perasaan campur aduk. 2 jam ia duduk di sana, hingga akhirnya Narendra
datang dengan senyum manis nya, penampilan nya rapi tapi Viona tetap melihat
perubahan yang ada pada diri Narendra. Kantung mata nya menghitam, tubuh nya
semakin kurus, dan kulit nya sedikit lebih gelap. “kemana aja kamu ren” tanya
Viona khawatir.. Narendra tersenyum dan menggenggam tangan Viona. “sebelum aku
ketemu Riani, aku mau ngobrol sama mba Vio dulu ”Viona menghela nafas nya dan
mengangguk. “mba Vio selama ini sudah banyak sekali bantuin aku, aku
sangat-sangat bersyukur bisa di pertemukan dengan orang sebaik mba Vio. Entah
harus dengan cara apaa aku membalas kebaikan mba, rasanya ucapan terimakasi pun
tidak cukup” Narendra menatap Viona dengan tatapan yang sulit sekali diartikan.
“sekali lagi ya mba aku titip Riani, aku dapat kerjaan, gaji nya besar, tapi
kerja nya di Thailand. Hanya seminggu mba” “kerja apa ren?” tanya Viona tidak
yakin. “ada mba. Tolong jaga Riani yaa, aku janji setelah kerjaan ku selesai,
Riani akan sembuh. Izinkan aku pergi ya mba” Viona takut, takut pekerjaan
Narendra berbahaya. Tapi Viona juga tidak mampu menahan Narendra. Karna Riani
harus sembuh. Viona tidak tau bahwa keputusan nya untuk membiarkan Narendra
pergi adalah sebuah kesalahan besar. “pergi Naren, aku disini nunggu kamu
pulang” Narendra tersenyum dan menarik Viona ke dalam pelukan nya, “jangan
menunggu mba, aku akan pulang ke rumah” bisik Naren di telingan Viona. Hari itu
Narendra habiskan dengan bermain bersama Riani. Pukul 10 malam saat Riani sudah
tidur, Narendra pergi meninggalkan rumah Viona. “aku pamit mba” Narendra
memeluk Viona dan mengecup tangan nya. “pergilah Narendra Ardika Semesta,
berjuang lah sekali lagi, lawan badai nya, terjang badai nya, jangan sampai
kamu kehilangan dirimu sendiri. Kamu hanya punya Riani, dan saya hanya punya
kalian, maka dari itu tolong pulang” ucap Viona. Narendra hanya membalas dengan senyuman,
setelah itu dia pergi.
**
5 hari
Narendra hilang tanpa kabar. Setelah berpamitan malam itu, Narendra benar-benar
menonaktifkan ponsel nya. Viona hanya mengharapkan yang terbaik untuk pejuang
itu. Viona duduk di depan pintu rumah nya, menghayalkan Narendra tiba-tiba
datang dengan senyum manisnya.
Ting!
Bukan,
itu bukan Narendra. Sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal, yang mengirimkan
foto bukti sejumlah uang telah berhasil masuk ke rekening nya. Viona terkejut
melihat nominal uang yang di kirimkan, 1,5 M. Tidak lama setelah itu, ada
panggilan masuk dari nomor yang tidak Viona ketahui “halo, apa benar ini dengan
Viona ?” “iya saya Viona” “kami dari pihak kepolisian ingin menyampaikan bahwa
saudara atas nama Narendra Ardika Semesta telah gugur di saat menjalankan tugas
nya. Saudara Narendra telah membantu pihak kepolisian untuk menangkap seorang
ketua teroris, Saudara Narendra mengajukan diri nya sebagi umpan dan masuk ke
dalam persembunyian teroris yang dimana ia tahu bahwa itu sangat beresiko.
Namun saudara Narendra tetap masuk, kata-kata terakhir yang beliau ucapkan
adalah “tolong sampaikan pesan saya pada Viona, perempuan saya, saya tidak bisa
menepati janji saya untuk pulang, tapi saya menepati janji saya untuk
mendapatkan uang, tolong jaga Riani” jasad nya akan kami pulangkan secara
terhormat besok pagi” Ponsel itu jatuh dari tangan Viona, tangan nya gemetar,
air mata mulai mengalir membasahi wajah cantik nya. Ia langsung berlari masuk ke dalam dan memeluk
Riani “kakak kenapa menangis” tanya Riani dengan nada polos nya. Viona
menggeleng-gelengkan kepala nya “Riani sebentar lagi sembuh, sebentar lagi
sayang” hanya itu Yng bisa Viona ucapkan, ia tidak sanggup untuk memberitau
yang sesungguh nya pada Riani, ia tidak tega.
*
Saat
pemakaman Narendra, banyak sekali polisi dan tentara yang datang melayat. Tapi
dari sekian banyak nya orang, ibu Narendra tidak datang. Viona adalah orang
yang paling lama diam di pemakaman Narendra, dirinya enggan untuk pergi. “beristirahatlah
pejuang”
***
Narendra.
Satu keinginanmu sudah berhasil kamu
wujudkan. Riani sudah sembuh, ia tumbuh menjadi gadis yang cantik dan ceria. Ia
memiliki banyak teman, dan tidak ada yang membully-nya. Perihal keinginanmu
yang belum sempat kamu wujudkan, akan aku bantu wujudkan.
Narendra.
Tidak pernah ku bayangkan, bahwa saat itu
adalah terakhir kali kita berbincang. Kamu mengatakan kamu akan pulang, aku
menunggu kepulangan mu ke rumah setiap hari walaupun aku tau kamu tiddak akan
pernah pulang.
Aku merindukan mu setiap hari Naren, andai
aku tidak mengizinkan mu pergi saat itu, mungkin kamu masih ada disini saat
ini.
Tidak ada hal yang perlu kamu khawatirkan,
kamu berhasil, perjuangan mu untuk membuat Riani sembuh dan bahagia sudah
terwujud, perjuangan mu tidak sia-sia.
Tugasmu sudah selesai Tuan
Sekarang beristirahatlah dalam kedamaian,
Narendra Ardika Semesta”
*
Seorang
pejuang akhirnya berhenti berjuang.
-SELESAI-
Komentar
Posting Komentar